PENDAPAT IBNU HAZM TERHADAP FASAKH BAGI SUAMI TIDAK SANGGUP MENAFKAHI ISTRI

Authors

  • Amal Riski Sekolah Tinggi Ilmu Syari'ah (STIS) Nahdlatul Ulama Aceh
  • Zahrul Fatahillah Sekolah Tinggi Ilmu Syari'ah (STIS) Nahdlatul Ulama Aceh
  • Maimun Abdurrahman Amin Sekolah Tinggi Ilmu Syari'ah (STIS) Nahdlatul Ulama Aceh

Keywords:

Fasakh, Ibnu Hazm, Nafkah

Abstract

Jumhur ulama termasuk di dalamnya Mazhab Syafi’i, sepakat bahwa dimakruhkan melakukan perceraian baik itu talak, khuluk, fasakh maupun bentuk lainnya ketika hubungan pergaulan suami istri dalam keadaan rukun, damai, dan tenteram. Sedangkan Ibnu Hazm menolak adanya fasakh nikah dengan alasan cacat atau tidak sanggup menafkahi istri. Penelitian bertujuan menganalisis pendapat Ibnu Hazm tentang ketidakboleh fasakh bagi suami yang tidak sanggup menafkahi istri dan metode istinbath hukum Ibnu Hazm terkait ketidakbolehan fasakh bagi suami yang tidak sanggup menafkahi istri. Jenis penelitian yang di gunakan adalah penelitian normatif. Suber data yang digunakan adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Sumber data sekunder, yaitu data yang diperoleh dan ditelusuri secara cermat dari kitab Al-Muhalla. Ibnu Hazm berpendapat bahwa pernikahan selamanya tidak dapat di fasakh baik disebabkan karna cacat atau tidak sanggup menafakahi istrinya. Ibnu Hazm beralasan bahwa tidak ada dalil atau nas yang sahih, baik itu yang terdapat dalam al-Qur’an, sunnah, ijma’, qiyas, ataupun logika, yang membolehkan fasakh tersebut. Adapun Metode istinbath hukum yang dijadikan oleh Ibnu Hazm sebagai pengembang madzhab Zhahiri dalam menetapkan hukum selalu berpegang pada al-Qur’an, hadits, ijma’ ulama’, dan dalil. Dalam istinbath hukum Islam Ibnu Hazm menolak ra’yu sebagai alat istinbath dalam hukum Islam.

References

Abu Umamah, (2017). Susu & Delima, Beirut.

Ad-Dimasyqí, M, A. (2013). Fiqih Empat Mazhab, (Terj. Abdullah Zaki Alkaf), Bandung: Hasyimi.

Al-Albani. (2007). Shahih Sunan Ibnu Majah, Alih Bahasa Ahmad Taufiq Abdurrahman, (Jakarta: Pustaka Azzam.

Al-Basam. (2006). Syarah Bulugul Maram, Jakarta: Pustaka Azzam.

Al-Jaziri, (2006). Fiqh ‘Ala Mazahib al-Arba’ah, Beirut: Dar al-Fikr, juz. IV.

Alwi, R. (2012). Fiqih Mazhab al-Dhahiri, Jakarta : Referensi.

Hamdani. (2002). Risalah Nikah, Jakarta: Pustaka Amani.

Hazm, I. (2015). Al Ihkam fi Ushul al-Ahkam, Mesir: Maktabah al Kinanji. jilid 3, cet, Pertama.

Hazm, I. (tth). Al Muhalla, Beirut: Dar al-Fikr.

Muchtar, K. (1993). Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkahwinan, Jakarta : Bulan Bintang.

Mansari, M., & Fatahillah, Z. (2022). Penetapan Nafkah ‘Iddah Melalui Hak Ex Officio Bagi Istri Nusyuz. Jurnal Yudisial, 14(2), 271-290.

Syafi’i. (2007). Ringkasan Kitab Al Umm, Jakarta : Pustaka Azzam.

Syarifuddin, A. (2006). Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, Jakarta: Kencana.

Tihami. (2009). Fiqih Munakahat, Jakarta : rajawali Press.

Winarno surakhmad, pengantar penelitian ilmiah: dasarmmetode,teknik,cet.ke-7.

Yahya, M & Rahman, F. (1993). Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fiqih Islam, Bandung: Al-Ma’arif.

Published

2022-03-29

How to Cite

Riski, A. ., Fatahillah, Z. ., & Abdurrahman Amin, M. . (2022). PENDAPAT IBNU HAZM TERHADAP FASAKH BAGI SUAMI TIDAK SANGGUP MENAFKAHI ISTRI. AR-RA’YU: Jurnal Hukum Keluarga, 1(1), 32–50. Retrieved from https://ejournal.stisnu-aceh.ac.id/index.php/jhk/article/view/3