STATUS ANAK DI LUAR PERKAWINAN MENURUT HUKUM POSITIF DAN FIQH SYĀFI’IYYAH
Keywords:
Anak di Luar Perkawinan, Menurut Hukum Positif, Fiqh Syafi’iyyahAbstract
Dalam pandangan Islam seorang anak akan mendapat legalitas hukum apabila anak tersebut terlahir dari sebuah pernikahan yang telah memenuhi segala syarat dan rukun nikah yang telah diatur dalam hukum Islam. Akan tetapi, Mahkamah Konstitusi RI mengeluarkan suatu keputusan yang telah menimbulkan multi tafsir yang berakibat terjadinya pro dan kontra dari berbagai kalangan. Kajian ini bertujuan untuk menganalisis status anak menurut hukum positif pra dan pasca amar putusan Mahkamah Konstitusi tinjuan fiqh Syāfi’iyyah. Jenis penelitian yang penulis gunakan dalam Penulisan ini adalah penelitian kepustakaan (library reseach) yaitu suatu penelitian dengan cara mengumpulkan data yang berkaitan dengan masalah yang diangkat dari buku-buku atau karya ilmiah lainnya guna dijadikan landasan teori. Hasil penelitian menunjukan bahwa antara hukum Islam dan hukum positif memiliki pandangan yang sama terhadap status nasab seorang anak yang dari perkawinan yang sah. Sedangkan mengenai anak hasil nikah siri, pandangan hukum positif pasca putusan MK sudah sejalan dengan hukum Islam setelah sebelumnya berseberangan. Keadaan yang berbeda terjadi pada masalah anak zina dimana sebelumnya pandangan hukum positif terhadap status nasab anak zina pra putusan MK sejalan dengan hukum Islam, namun sekarang sudah terbalik.
References
Abdul Rahman Ghozali, (2008). Fiqh Munakahat, Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Abdullah, A, A, M. (2010). Abu Abdullah Muhammad inbu, mustadrak a’la shahihaini lilhakim, JLD 6, Sofware: Maktabah Syamilah, Versi 4,37.
Abi Bakr Ibn Mummad syata, (1995). I’ānatu Al-Thālibin, Juz. 3, Beirut: Dar Al-Fikr.
Al-Bukhārī, (2010). Muhammad ibn Ismā’il, Shahīh al-Bukhārī, Jld. II, (Sofware: Maktabah Syamilah, Versi 4,37.
Bakri A. Rahman dan Ahmadi Sukadja, (1981). Hukum Perkawinan Menurut Islam, Undang-undang Perkawinan dan Hukum Perdata, Jakarta: Hidakarya Agung.
Daud, A. Al-asy’ats, S. (2010). Sunan Abu Daud, Jld. II, (Sofware: Maktabah Syamilah, Versi 4,37.
Departemen P dan K. (1990). Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. III, Jakarta: Balai Pustaka.
Fachuddin (2002). Kawin Mut’ah Dalam Pandangan Islam, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya.
Harianti, H., Mansari, M., & Rizkal, R. (2021). SENSITIVITAS HAKIM TERHADAP PERLINDUNGAN HAK ISTERI DALAM KASUS CERAI GUGAT (Analisis Putusan Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh Nomor 157/Pdt. G/2020/Ms. Bna). Jurnal MEDIASAS: Media Ilmu Syari'ah dan Ahwal Al-Syakhsiyyah, 4(1), 47-67.
Husain, A, A, M. (tt). Ahkam Walad Az Zina fi Al Fiqh Al Islami, Beirut: Darul Fikri.
Manan, A. (2003). Aneka Masalah Hukum Material Dalam Praktek Peradilan Agama, Medan: Pustaka Bangsa Press.
Mansari, M., & Moriyanti, M. (2019). Sensitivitas Hakim Terhadap Perlindungan Nafkah Isteri Pasca Perceraian. Gender Equality: International Journal of Child and Gender Studies, 5(1), 43-58.
Muthalib, S. A., Mansari, M., Mahmuddin, M., Zainuddin, M., & Arifin, H. (2021). Analisis Kepentingan Terbaik Bagi Anak dalam Hukum Jinayat Aceh. Al-Mashlahah Jurnal Hukum Islam dan Pranata Sosial, 9(02).
Razzaq, A, H, S. (2006). Panduan Lengkap Nikah dari ”A” Sampai ”Z”, Bogor: Pustaka Ibnu Katsir.
Suma, A, R G. (2005). Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Syarifuddin, A. (2003). Garis-Garis Besar Fiqh, Jakarta: Kencana.